Masalah Kita berasal dari Perut yang Kosong

Published by

on

Di dunia ini, sesungguhnya yang kita miliki hanyalah ketiadaan. Karena sejatinya manusia tidak memiliki apa-apa. Bahkan, diri sendiri, jiwa, raga, dan pikiran ini bukanlah milik kita. Kata guru agama, semuanya milik Tuhan. Karena hidup ini hanya titipan-Nya. Semakin besar kita dititipi, maka kelak semakin besar tanggung jawab kita di kehidupan selanjutnya.

Seorang eksistensialis mengatakan hal yang sama dengan cara yang berbeda. Dia mengatakan bahwa manusia bukanlah siapa-siapa. Untuk menjadi siapa atau untuk menunjukkan keberadaannya, manusia harus menjalani kehidupan sebagai subjek. Artinya, manusia harus hidup sebagai manusia yang secara aktif dan sadar bertindak pada pengalaman-pengalamannya. Manusia harus menjadi manusia yang manusiawi.

Sedangkan kapitalis yang serakah, berkata bahwa menunjukkan keberadaan berarti memiliki benda. Semakin banyak benda yang ia miliki, semakin besar dia akan terlihat ada. Kehidupan dipandang sebagai sarana untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dan untuk menjadi paling bersinar di muka bumi ini maka meraih puncak tertinggi dari kepemilikan benda adalah impian si kapitalis. 

Jika guru agama berkata kita harus melakukan syariat agama untuk menjaga titipan-Nya, seorang eksistensialis mengharuskan kita menjadi manusia yang manusiawi, kapitalis yang serakah tidak peduli dengan moral dan tuntunan agama itu. Bagi seorang kapitalis, mengutamakan keuntungan pribadi adalah kehidupan sejati. Tidak peduli orang lain sengsara, lingkungan rusak, atau Tuhan murka, selama tindakannya itu menguntungkan dirinya, maka kapitalis akan terus bergerak.

Tulisan ini hanyalah percikan bukan ulasan. Maka, aku harap pembaca tidak terburu-buru mengambil kesimpulan, baik negatif atau positif. Karena aku pribadi masih menyangkal, jika syariat agama, kemanusiaan, dan keuntungan adalah hal yang utama dalam kehidupan manusia. Aku percaya kata Marx, bahwa ada sesuatu yang mendasari semua itu yang dia sebut sebagai modus produksi.

Jika aku sederhanakan, syariat agama(bahkan agama), kemanusiaan, dan keuntungan itu didasarkan pada cara kita mencari makan. Intinya, semua masalah yang ada di kehidupan manusia itu berasal dari perut kita yang lapar.

Jika perut kenyang, pikiran kita akan tenang dan bisa menemukan kebenaran. Jika perut kita lapar, kita akan mencari cara untuk menemukan makanan agar kenyang dan seringkali mengabaikan kebenaran.

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai